Lingga, GK.com – Perusahan yang bergerak di bidang pertambangan pasir darat, (Galian C) diduga telah melanggar Undang-Undang (UU) No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, UU No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, serta UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Serta tidak mematuhi AMDAL, dan perizinan yang dimilikinya.
Area pertambangan juga diduga masuk dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT), tidak masuk dalam WIUP perizinannya. Serta penambangan, pemanfaatan dan pengangkutan mineral di luar WIUP, pembuangan limbah yang tidak sesuai aturan yang telah merusak lingkungan hidup.
Tentu saja hal ini tidak bisa dibiarkan Pemerintah Pusat, Daerah, maupun Kabupaten. Aparat Penegak Hukum (APH) harus segera mengambil langkah hukum bagi Pengusaha nakal yang hanya mementingkan keuntungan, dan tidak mengindahkan lingkungan, serta masyarakat sekitar, yang akhirnya akan menimbulkan terjadi bencana alam dari aktivitas pertambangan yang tidak mengikuti aturan.
Dalam Pasal 17 ayat (1) UU No 18 Tahun 2013 jelas mengatakan, setiap orang dilarang membawa alat-alat berat, melakukan kegiatan penambangan, mengangkut, membeli dan menjual hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin. Bagi yang melanggar dapat dipidana penjara paling singkat 8 Tahun dan paling lama 20 Tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp. 20 miliar, dan paling banyak Rp. 50 miliar.
Diduga PT. CSS (Citra Semarak Sejati) telah melakukan pemalsuan dokumen kepemilikan lahan di wilayah pertambangannya. Pasalnya, lahan masyarakat sampai hari ini juga belum tuntas oleh pihak Perusahan dalam hal ganti ruginya.
Diduga adanya keterlibatan oknum-oknum Pemerintah maupun APH di Daerah juga semakin mencuat, sehingga Perusahan dengan mulus bisa beraktivitas selama ini. (tim). Bersambung..
Editor : Ron