Minggu, Oktober 6, 2024
spot_img

Akui Melakukan Tambang Timah Secara Illegal, APH di Harapkan Tangkap Pelaku

Lingga, GK.com – Koordinator dan Penampung Tambang Timah Illegal, Aden mengakui kepada Redaksi ini, jika kerjaan yang selama setahun lebih Ia lakukan merupakan kerjaan yang salah dan melanggar hukum.

Kepada Redaksi ini, Selasa (10/01/2023) sekitar pukul 10.58 Wib, didampingi rekannya Surya, secara terang-terangan, Dirinya menjelaskan jika WPR (Wilayah Pertambangan Rakyat) lamanya sudah keluar, pas di Pusat, mereka mencabut semua izin 2000 lebih itu, lalu WPR juga ikut tercabut.

“Jadi Provinsi tidak bisa mengeluarkan. Dan sekarang untuk mengeluarkan WPR itu harus ke Kepmen (Keputusan Menteri),” ujar Aden.

“Selama ini kita sudah berjalan separuh, dan berdarah-darah. Kita juga sudah bolak-balik Jakarta, dan pakai kontrak. Jadi kan enggak mungkin saya batalkan kontrak pengurusan izin mereka sebelah pihak, dan saya juga sudah sampaikan ke pemilik masalah,” katanya.

Baca juga : 👇👇👇

“Kita juga ada tim legal untuk mengurus izin, pak Rudi namanya. Saya sudah bilang, ibarat pepatah, mereka sudah berdarah-darah pulang pergi Jakarta untuk pengurusan ini. Biaya juga sudah banyak habis. Jadi, saya kan tak mungkin suruh mereka mundur setengah jalan,” ungkap Aden.

Pada kesempatan itu, Redaksi ini sempat bertanya, apa saja berkas-berkas yang di cabut ? Namun Aden tidak bisa menjawab.

Saat itu, Aden juga berupaya meyakinkan Redaksi ini, dengan menunjukkan peta di Handphone nya, bahwa mereka sudah mengajukan ke SDM sebanyak lima blok.

“Kita sudah ajukan, bukan tidak diajukan,” tegas Aden.

Namun saat Redaksi ini bertanya kembali terkait bukti pengajuan usulan yang sudah masuk, Aden hanya diam sambil menundukkan kepala.

“NIB di WPR ini atas nama Aken, WPR di cabut. Kami dari pihak swasta mau buat Amdal dan SS nya tidak boleh, karena harus pakai uang Pemerintah. Kita akui, izinnya belum keluar, tetapi sedang kita urus. Memang disini kita salah,” tegas Aden kembali.

Menanggapi atas maraknya Tambang Timah Illegal di Kabupaten Lingga yang dilakukan secara terang-terangan, dan aktivitas tersebut juga mencapai puluhan titik, hal ini juga mendapat sorotan keras dari Ketua BARIKADE 98 DPW KEPRI, Rahmad Kurniawan.

Dikatakan Rahmad Kurniawan, permasalahan Tambang Timah Illegal di Wilayah Hukum Kabupaten Lingga yang terindikasi pada penadah hasil dari penambang timah tanpa ijin itu sepertinya sudah di akomodir oleh oknum pemodal. Dan yang terparah, para pelaku dengan sengaja melakukan penggelapan pajak dari hasil penjualan timah yang di terima dari pekerja yang di akomodir sendiri oleh pihak pemodal.

“Kegiatan ini sudah berlangsung lama, di perkirakan ada puluhan titik di Wilayah Kabupaten Lingga, bahkan ada yang menggunakan alat berat seperti excavator untuk melakukan kegiatan. Sesuai dengan keterangan oleh pihak oknum penampung yang merangkap sebagai koordinator kegiatan mengatakan bahwa, mereka sedang melakukan proses pembuatan ijin, tetapi sampai saat ini ijin yang di urus tidak pernah selesai dengan alasan WPR di cabut oleh pihak Kementerian ESDM Pusat. Hal ini terkesan sangat mengada-ngada, dan terkesan hanya mencari alasan untuk pembenaran sepihak. Karena tidak ada satu surat pun yang di keluarkan oleh Instansi terkait, khususnya perangkat daerah yang menerangkan bahwa pihak pelaksana dalam proses pengajuan ijin,” ungkap Rahmad Kurniawan, Rabu (11/01/2023) sekitar pukul 09.38 Wib.

“Sudah jauh-jauh hari tim pemerhati lingkungan menyampaikan agar segera mengurus perijinan agar pihak pekerja yang melakukan kegiatan memiliki legalitas yang benar, karena ini berkaitan dengan SOP dan aturan kegiatan pertambangan timah onshore. Berapa titik lokasi dan berapa jumlah pekerja yang di daftarkan pada BPJS Tenaga Kerja dan BPJS Kesehatan ? Belum lagi laporan realisasi hasil produksi yang di dapatkan dari hasil harian penambangan timah yang di lakukan ? Sesuai dengan UUD 45 Pasal 3 tentang tanah, air, udara, berikut kandungan mineral di dalam nya di kuasai Negara untuk kesejahteraan rakyat cukup jelas di dengungkan. Dan pertanyaannya, dari ratusan hektar tambang rakyat yang di kerjakan ada berapa banyak jumlah pekerja yang di katakan oknum tersebut sebagai Masyarakat Tempatan yang melakukan kegiatan di lapangan ? Lalu siapa koordinatornya, berapa jumlah alat kerja yang di ijinkan untuk kerja, serta azas manfaat dari hasil penjualan Illegal Timah tersebut di pergunakan untuk kepentingan apa saja, dan kemana saja ? Sementara pihak Dispenda sendiri di indikasikan tidak pernah menerima retribusi pajak produksi atas penjualan timah yang di lakukan selama ini ?,” tutur Rahmad Kurniawan.

“Jadi pihak penjarah terkesan menjadikan masyarakat setempat sebagai tameng untuk melegalkan kegiatan, sementara di Lapangan di temui hanya beberapa pihak yang menikmati dari hasil pencurian timah alam tanpa ijin ini,” tambahnya.

“Terlepas bahwa mereka mewakili masyarakat pekerja Tempatan, sudah semestinya pihak Pemerintah Daerah mengetahui bahwa dari hasil kegiatan Penambangan Timah ini telah mensejahterakan masyarakatnya atau tidak ? Jangan cuma mengatasnamakan putra daerah, kalau putra daerah sendiri malah banyak yang nganggur dan mengkais rezki bertarung nyawa jadi nelayan ?,” ujar Rahmad Kurniawan.

“Harusnya kegiatan ini sama seperti kegiatan yang di lakukan oleh pihak PT Timah, kita bisa tahu. Tetapi disini yang mereka lakukan tidak memiliki legalitas selembar apapun. Dalam kasus ini jelas kerusakan dan pengerusakan lingkungan kawasan hutan,” kata Rahmad Kurniawan.

“Kami meminta kepada pihak Aparat Penegak Hukum (APH) Kabupaten Lingga, khususnya pihak Kepolisian untuk segera melakukan tindakan preventif serta menyita semua sarana kerja yang di pergunakan untuk diamankan ke Kantor Polres setempat. Dan meminta kepada para pihak yang melakukan penjarahan timah alam ini segera di lakukan proses penahanan, dikarenakan telah melakukan tindakan melawan hukum dan melakukan penggelapan pajak, serta pengerusakan kawasan hutan tanpa ijin untuk pertambangan rakyat. Kepada pihak Krimsus Tipiter Polda Kepri segera melakukan upaya pencegahan dan penyelamatan aset Negara dari penjarahan oleh para oknum yang tidak bertanggung jawab, yang membawa-bawa nama masyarakat sebagai tameng dalam melakukan sebuah kejahatan yang terstruktur dan masif,” tegas Rahmad Kurniawan.

“Bagaimana mungkin mengerjakan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dengan wilayah kerja melebihi dari 100 Hektar. Jadi saya berharap kepada APH untuk tangkap dan penjarakan si pelaku kejahatan penjarahan Timah alam”. tegas Rahmad Kurniawan kembali. (QQ).

Editor : Ron

Related Articles

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Latest Articles

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img