Bogor, GK.com – Komisi III DPRD Provinsi Kepulauan Riau bersama Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Kepri melaksanakan Studi Banding ke PT. Prasadha Pamunah
Limbah Industri (PPLi) DOWA Nambo, Cileungsi, Bogor, Jumat (26/4).
Komisi III saat berkunjung ke PT. PPLi, Bogor.
Seperti diketahui, PT PPLi merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan limbah B3. Selain mengolah limbah, perusahaan tersebut juga sebagai transporter khusus limbah B3 yang telah memiliki sertifikasi keamanan baik di tingkat Nasional maupun Internasional.
Dalam kunjungan Komisi III DPRD Kepri bersama DLHK Kepri itu adalah untuk mempelajari terkait pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang masih sangat minim di Kepulauan Riau, terutama di Kabupaten/Kota yang memiliki Industri yang cukup besar, seperti di Batam, Tanjung Balai Karimun dan Bintan.
Direktur Sales dan Marketing PT. PPLi, Machmud Badres saat memberikan pemaparan terkait limbah B3.
Tentunya hal ini sangat memprihatinkan, terutama jika limbah B3 tersebut sampai mencemari lingkungan, karena kurangnya fasilitas pengolahannya.
Ketua Komisi III, Widiastadi Nugroho dalam Studi Banding tersebut mengatakan, transfer teknologi pengolahan limbah sesuai dengan standar keamanan seperti di PT PPLi ini haruslah dilakukan di Kepulauan Riau, seperti di Batam yang memang sudah ada perusahaan pengolahan limbah, akan tetapi mereka belum sanggup mengolah limbah seperti yang ada disini.
Kenapa harus dilakukan transfer teknologi? Ia menjelaskan bahwa di Kepulauan Riau seperti di Batam contohnya banyak perusahaan yang menghasilkan limbah B3 dan saat ini belum mampu atau belum ada yang bisa mengolah limbahnya. Mereka, perusahaan-perusahaan tersebut harus mengirim limbahnya ke PT PPLi.
Komisi III bersama DLHK Kepri saat memperhatikan penjelasan terkait limbah B3.
“Ongkos pengangkutan limbah ini tidak murah, dan diperlukan transporter, khusus yang memiliki standar keamanan yang bisa menjamin bahwa limbah tersebut tidak bocor pada saat diangkut,” katanya.
Pada kesempatan itu, Widiastadi berharap kepada menejemen PT. PPLi mau mengembangkan perusahaanya di Kepulauan Riau.
Senada dengan Widiastadi, anggota Komisi III, Alex Guspeneldi juga menaruh harapan yang besar kepada PT. PPLi agar mau membuka cabang perusahaan pengolahan limbah tersebut di Batam.
“Terus terang kami sangat khawatir dengan limbah yang dihasilkan oleh industri-industri yang berada di Kepualauan Riau, karena memang belum ada yang mampu mengolah limbah mereka seperti ini,” ujar Alex.
Para anggota Komisi III DPRD Kepri.
Selain limbah dari industri, permasalahan lainnya adalah limbah Oil Sludge yang tiap tahunnya mencemari pantai-pantai yang ada di Kepulauan Riau.
“Dengan adanya perusahaan pengolah limbah seperti PPLi ini di Kepulauan Riau, diharapkan pencemaran limbah Oil Sludge itu nantinya bisa diatasi dengan cepat, sehingga tidak meluas,” harap Alex.
Anggota Komisi III, Sahmadin Sinaga yang ikut dalam Studi Banding tersebut juga turut khawatir dengan dampak yang akan timbul, khususnya bagi lingkungan yang berada disekitar perusahaan pengolahan limbah.
“Kalau bicara limbah B3 terkesan sangat menyeramkan, karena selain beracun dan berbahaya, nah dampak di sekitar perusahaan itu juga seperti apa? Itu yang harus kita ketahui dengan jelas,” ucap Sahmadin.
Anggota Komisi III dan DLHK Kepri saat memperhatikan pemaparan dari Direktur Sales dan Marketing PT. PPLi, Machmud Badres.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Sales dan Marketing PT. PPLi, Machmud Badres menjelaskan, pelaku atau perusahaan yang terkait langsung dengan limbah itu ada enam jenis. Ia menyebutkan yakni industri yang menghasilkan limbah, pengangkut atau transporter limbah yang memiliki izin dengan prosedur keamanan, pengumpul limbah sebelum diolah atau dikelola, pengolah limbah, pemanfaat atau yang menggunakan hasil dari pengolahan limbah dan yang trakhir adalah penimbun residu atau sisa dari pengolahan limbah.
“Dari keenam tersebut, PPLi memiliki semuanya, pengangkut hingga penimbun akhir,” jelas Machmud.
Berdasarkan prosesurnya, limbah B3 tidak boleh disimpan terlalu lama.
“Paling lama penyimpanannya adalah 90 hari, itupun harus dilihat media penyimpanannya, apakah itu berbentuk Drum Plastik, Drum Besi, Terpal dan lain-lain,” ungkapnya.
Anggota Komisi III dan DLHK Kepri saat selesai mengikuti Studing Banding.
“Perlu digaris bawahi, bahwa tidak semua limbah B3 itu harus dibuang atau tidak bermanfaat, ada beberapa jenis limbah B3 yang setelah diolah bisa dimanfaatkan, seperti untuk sumber bahan bakar,” terangnya.
“Kami juga bekerjasama dengan beberapa perusahaan yang memanfaatkan hasil dari pengolahan limbah di tempat kami,” tambahnya.
“Untuk membangun perusahaan pengolahan limbah sendiri tidak bisa dilakukan sembarangan, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan, seperti pengecekan struktur dan kandungan tanah,” tuturnya.
“Selain itu belum banyak investor yang mau menanamkan modalnya di sektor pengolahan limbah ini”. imbuhnya.
Hadir dalam Studi Banding tersebut Widiastadi Nugroho, Raja Bakhtiar, Suryani, Asep Nurdin, Irwansyah, Joko Nugroho, Raja Astagena, Saproni, Alex Guspeneldi, Sahmadin Sinaga dan Kasi Limbah B3 DLHK Kepri Edison. (Red/Hms).
Editor : Milla