Minggu, September 15, 2024
spot_img

Bersama Komisi X DPR RI, Atmadinata Usulkan Dirjen Tersendiri Untuk Pendidikan Nonformal

Tanjungpinang, GK.com – Banyak yang menganggap bahwa pendidikan Informal dan Nonformal kerap berbeda. Namun, menurut Kepala Dinas Pendidikan Kota Tanjungpinang, Drs. Atmadinata, M.Pd, dua bentuk pendidikan tersebut memiliki banyak persamaan, seperti halnya dalam segi pelayanan, pembangunan dan perlakuan, yang mana semua itu harus mendapat perlakukan yang sama oleh Pemerintah.

Dikatakan Atma, selain pendidikan Informal seperti SD, SMP dan SMA, di Kota Tanjungpinang juga terdapat banyak tempat-tempat yang menyediakan pendidikan Nonformal, pelatihan dan kursus, diantaranya adalah 1 Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), 5 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), 7 Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP).

Atas dasar itu, Atma menginginkan pendidikan Nonformal ini memiliki kelembagaan eselon I Direktorat Jendral tersendiri, karena pendidikan Nonformal dan Informal adalah sama, contohnya Paket A sama saja dengan SD, Paket B sama dengan SMP, begitu juga Paket C yang sama dengan SMA.

“Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2019 tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal pendidikan Nonformal hanya mencantolkan kepada Direktorat Jendral Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (Dikdasmen) yang seolah-olah seadanya saja,” kata Atma saat menyampaikan usulannya kepada Komisi X DPR RI, di Gedung Daerah, Jalan SM Amin Tanjungpinang, Kamis (23/1) sekitar pukul 11.00 Wib.

“Ini perlakuan yang tidak semestinya, padahal pendidikan Nonformal dan Informal adalah sama, sehingga layaknya diperlakukan seperti dulu, dimana pendidikan Nonformal memiliki eselon 1 Dirjen tersendiri,” lanjutnya.
Atma berasumsi, jika layanan ini dicantol-cantolkan, untuk Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diperuntukkan kepada lembaga Nonformal bisa jadi lebih sedikit, atau bahkan tidak ada.

Hal yang sama juga di ucapkan oleh Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf Macan Efendi, S.T, M.Si, yang menyampaikan pendapat tidak setujunya terhadap Perpres Nomor 82 tentang Kemendikbud, dan meminta Pemerintah untuk merevisi Peraturan tersebut.

“Kami dari Komisi X juga kurang setuju dan meminta Perpres Nomor 82 untuk di revisi, tetapi untuk mendapat revisi ini, kita juga perlu data, bukan hanya dari lembaga-lembaga saja, tapi juga dari Pemerintah Daerah”. ungkap Dede.

Menurut Ketua Komisi X DPR RI itu, langkah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim yang begitu cepat tidak dapat diikuti oleh birokasi, padahal birokasi dalam hal ini sangat penting, karena yang melaksanakan adalah mulai dari Dinas Pendidikan hingga kebawah. (Mis).

Editor : Febri

Related Articles

- Advertisement -spot_img

Latest Articles

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img