Jakarta, GK.com – Kejaksaan Agung kembali memeriksa Fiona Handayani, mantan staf khusus eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim, terkait dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek senilai Rp 9,98 triliun. Pemeriksaan ini untuk mengungkap peran Fiona dalam proses pengadaan program digitalisasi pendidikan nasional.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar, Jumat (13/6/2025) menyatakan bahwa Fiona diperiksa oleh penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) untuk menyandingkan keterangannya dengan sejumlah Barang Bukti (BB) elektronik yang telah dikantongi penyidik.
Baca juga 👇👇👇
https://gerbangkepri.com/2025/06/10/nadiem-siap-klarifikasi-dugaan-korupsi-chromebook/
”Ini pemeriksaan lanjutan untuk memperjelas peran yang bersangkutan dalam proses pengadaan Chromebook tersebut,” terang Harli di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta.
Fiona hadir didampingi dua penasihat hukumnya, dan tiba di Gedung Jampidsus pada pukul 12.47 WIB. Salah satu kuasa hukumnya, Indra Haposan Sihombing menyebut bahwa pemeriksaan kali ini belum menyentuh aspek teknis.
“Masih seputar kronologi,” tegasnya.
Pada pemeriksaan sebelumnya, Selasa (10/6/2025), Fiona juga membawa dokumen yang sama, yang menurut kuasa hukum, belum diminta tambahan.
Baca juga 👇👇👇
Kajian yang Diubah
Harli menjelaskan bahwa dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan laptop berbasis sistem operasi Chrome itu diduga bermula dari perubahan kajian teknis yang dinilai tidak sesuai kebutuhan. Kajian teknis awal yang dilakukan Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Pendidikan dan Kebudayaan (Pustekkom) pada 2019 menyatakan bahwa Chromebook tidak efektif digunakan dalam proses belajar-mengajar.
”Uji coba terhadap 1.000 unit Chromebook tidak memberikan hasil memuaskan, dan tim teknis sempat merekomendasikan spesifikasi perangkat berbasis Windows. Namun, rekomendasi itu diganti dengan kajian baru yang mendukung penggunaan sistem operasi Chrome”. ungkap Harli.
Penyidik menduga perubahan kajian itu didorong oleh adanya pemufakatan jahat sejumlah pihak untuk mengarahkan pengadaan kepada produk tertentu. Akibatnya, pengadaan yang berlangsung antara tahun 2019 hingga 2022 itu menelan anggaran hampir Rp 10 triliun.
Anggaran tersebut bersumber dari Dana Satuan Pendidikan (DSP) sebesar Rp 3,58 triliun dan Dana Alokasi Khusus (DAK) sekitar Rp 6,4 triliun.
Proyek Digitalisasi
Kasus ini mencuat sebagai bagian dari penyidikan Kejagung atas proyek digitalisasi pendidikan nasional yang diduga sarat penyimpangan. Hingga kini, penyidik telah memeriksa sejumlah saksi dari internal kementerian serta pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengadaan dan penentuan spesifikasi teknis perangkat.
Kejagung menyatakan masih akan memanggil saksi-saksi lain untuk melengkapi berkas perkara. Pemeriksaan lanjutan terhadap Fiona Handayani menjadi bagian dari upaya membuka secara menyeluruh indikasi korupsi dalam proyek yang semestinya mendukung transformasi digital pendidikan tersebut. (hdm)

