Nuri Che Shiddiq, SH, Sejarawan Dan Budayawan Melayu Balik Bertanya
Bintan, GK.com – Ini sungguh menjadi propaganda terakhir Negara ini, kebiasaan yang sangat buruk. Akhir-akhir ini, dia tuduh pulak orang Kepulauan Riau tidak Nasionalis. Perlu kita pertegas, ini orang-orang pintar yang sok kenal sok dekat sama kita. Ini untuk Luhut Binsar Panjaitan, Bahlil, dan Mahfud MD sekalian.
Anda semua paham siapa kami, Kepulauan Riau hari ini adalah yang di sebut NEGARA RIAU saat penggabungan ke Indonesia. Anda bertiga tentu tahu, hak kami saat itu sama dengan Indonesia. Hal untuk mendirikan Negara sendiri. Namun historis sejarah panjang kita membuat kami Riau lebih memilih bergabung dengan Indonesia.
Walau secara emosional kami bergaul erat dengan Malaysia dan Singapura, saudara kami banyak di sana. Namun secara komitmen berbangsa dan negara, kami memilih menjadi Bangsa Indonesia yang mandiri dan mengikrarkan diri sebagai bangsa yang merdeka.
Perjalanan panjang sejarah Melayu dan Jawa yang beribu tahun lamanya membuat semangat yang satu asal menjadi ikrar kemelekatan dalam tekat berbangsa dan bernegara.
Saat Portugis menguasai Malaka, perpaduan persekutuan terbesar nusantara antara Melayu dan Jawa menjadi penentu kedaulatan nusantara ini.
Jangan terus menyebut “JAS MERAH” (Jangan sekali melupakan sejarah), tapi buku sejarah tak pernah di baca dan dijadikan semangat persebatian jati diri. Paham kalian saat Soekarno menyerukan “ganyang Malaysia”? Siapa yang berada digarda terdepan? Kami orang-orang Kepulauan Riau disinilah basis pertahanan pertama pasukan-pasukan Siliwangi bermarkas. Paham kalian.
Kalian pandang kami ini pulau kosong? Kalian pandanglah kami sebagai benteng pertahanan di garda terdepan nusantara. Jangan kebodohan dan ketamakan membuat nasionalisme kalian dan jiwa patriotisme kalian tergadai dan terkubur dalam. Kami orang Melayu tak pernah kalian lihat seperti Aceh atau Irian, apa lagi Timor-Timor.
Kami baru melawan kemarin saat kampung kami mau dirampas kalian yang kami anggap bangsa kami sendiri. Sekarang kalian memainkan isu pengaruh asing. Eh, Rizal, kau anak kecil di Negara ini.
Jangan bicara pengaruh asing sama kami orang yang ratusan tahun bertahan dan sampai hari ini tak pengaruh asing yang berani mempengaruhi kami. Kau paham kampung kami ? Jangan gunakan pikiran picik dalam melihat kami. Belum tentu kau hadir saat Negara ini di serang tentara asing. Kami sudah pastikan, kami bertahan di benteng ini. Tinggallah kau diperbatasan, sehingga kau paham arti bertahan.
Kami dari kecil, RRI DAN TVRI belum ada, setiap pagi nonton TV Singapura dan Malaysia, Radio pun sama, tiap pagi dengar lagu kebangsaan Singapura. Tapi kami tetap hafal lagu Indonesia Raya yang kami tak pernah dengar dari TV dan Radio Indonesia, tapi di Sekolah setiap Senin pagi kami upacara.
Jangan mainkan propaganda. Saya ingatkan itu. Jangan pertanyakan nasionalisme dan patriotisme kami.
Kakek nenek kami sampai ayah kami berperang atas nama Bangsa Negara ini. Tolong camkan itu sebelum berpendapat, fikirkan, dan jangan mulutmu membawa petaka.
Coba, rumah dimana kau lahir dan tanah dimana makam orang tua mu dan kakek nenekmu di tanam, lalu tiba-tiba di gurus dan kau dipaksa keluar dari kampungmu. Aku ingin bertanya itu pada kalian. Apa yang kalian lakukan ? Negara mana yang menghasut kalian ?.
Kebenaran akan menang, Tuah Melayu, “Tak Melayu Hilang di Bumi”. (*)