
Jakarta, GK.com – Lawatan Presiden Prancis Emmanuel Macron ke Indonesia menghadirkan nuansa segar dalam hubungan bilateral: hangat, luwes, dan personal.
Emmanuel Macron tak tampak seperti kepala negara pada umumnya saat tiba di Istana Negara Jakarta, Minggu, 28 Mei 2025. Setelan jas yang rapi tak menyembunyikan sikap santainya. Ia tersenyum lepas, bercakap hangat, bahkan bernyanyi bersama Presiden Prabowo Subianto. Pada malam yang penuh tawa itu, seekor kucing bernama ‘Bobby Kertanegara’ juga mencuri perhatian. Ia bukan sekadar binatang peliharaan, tetapi pengantar suasana dalam diplomasi yang luwes dan tak kaku.
“Ini lebih dari kunjungan kenegaraan,” ujar seorang pejabat Sekretariat Kabinet. “Ini perjumpaan antara dua pemimpin yang saling memahami.”
Selama tiga hari, 27–29 Mei, Macron seolah menjelajahi wajah lain Indonesia: dari ruang makan Istana hingga bilik kelas di Akademi Militer Magelang. Bukan hanya protokol dan pidato yang dibawanya, tapi juga gestur keakraban. Ia membuka jendela mobil untuk melambai ke pelajar, tertawa melihat taruna berbicara bahasa Prancis, hingga mengutip pepatah lokal: “Sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit.”
Keakraban itu segera menular. Prabowo, yang selama ini dikenal kaku dan berhitung dalam setiap pernyataan, berubah nada. “Adalah kehormatan bagi saya menemani sahabat saya,” ucapnya di pelataran Candi Borobudur, Kamis (29/5). Ucapan yang lebih terdengar sebagai ungkapan pribadi ketimbang diplomatik.
Candi Borobudur adalah permintaan khusus Macron. Ia menolak keramaian, meminta waktu tenang menikmati warisan dunia itu bersama istri, Brigitte. Dalam diam candi dan langit Magelang, dua kepala negara berbicara dalam level yang lebih dalam—mengenai budaya, toleransi, dan nilai-nilai kemanusiaan.
Macron, sebagaimana terungkap dalam pidatonya, tak datang membawa agenda keras. Ia datang untuk membangun rasa percaya dan mempererat fondasi kerja sama jangka panjang. Ia bicara tentang Arthur Rimbaud dan Claude Debussy yang terinspirasi Timur. Ia menyebut Pancasila sebagai kekuatan Indonesia menjaga keragaman. “Kami percaya hanya dengan persahabatan dan kolaborasi, kita bisa mendapat kehidupan yang lebih baik,” ujar Prabowo menirukan pandangan Macron.
Namun tidak semua bagian lawatan itu bersifat simbolik. Di Akademi Militer Magelang, Macron mengunjungi kelas bahasa Prancis dan berbicara langsung dengan para taruna. Ia mendengarkan kalimat yang belum sempurna, tetapi penuh niat. “Bagus sekali,” katanya dalam bahasa Inggris. “Terima kasih sudah belajar bahasa kami.”
Kunjungan ke Akmil bukan kebetulan. Indonesia dan Prancis sedang membangun kerja sama pertahanan, termasuk pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista). Bahasa menjadi jembatan. “Kami siapkan generasi yang bisa mengoperasikan alutsista strategis masa depan,” ujar seorang perwira tinggi TNI.
Puncak penghargaan itu terjadi ketika Macron menyematkan Grand Cross of the Legion of Honour kepada Prabowo—tanda jasa tertinggi dari pemerintah Prancis. Penghormatan itu memperkuat sinyal bahwa hubungan dua negara ini bukan lagi sekadar jual-beli senjata, tapi penguatan fondasi strategis: pendidikan, kebudayaan, teknologi, dan kemanusiaan.
Hubungan personal dalam diplomasi bukan hal baru. Namun cara Macron menampilkan sisi manusianya—bercanda, bernyanyi, menyentuh hewan peliharaan—memberi corak yang berbeda. Ia menurunkan tembok formalitas dan memperlihatkan bahwa politik bisa dibungkus dengan keramahan. Ia mencontohkan bahwa hubungan antarnegara bisa dibangun tidak hanya lewat kesepakatan kaku, tetapi juga melalui dialog antarindividu.
Macron telah melanjutkan lawatannya ke Singapura. Tapi kehangatan yang ia tinggalkan di Jakarta dan Magelang masih terasa. Di Instagram, foto-foto keakraban dua presiden beredar luas. Ada Prabowo yang menyopiri Macron dengan Maung Pindad, ada Bobby si kucing yang tenang di tengah jamuan kenegaraan, dan ada senyum dua kepala negara yang tampak bukan sedang berdiplomasi, tapi bersahabat.
Barangkali, seperti pesan yang diam-diam ditinggalkan dalam lawatan ini: kadang hubungan antardua bangsa besar dimulai dari hal-hal kecil—seperti secangkir teh, sepotong lagu, dan seekor kucing bernama Kertanegara. (hdm)