Kamis, Februari 6, 2025
spot_img

M. Rizqi Azmi : Menjelang Pilkada 2020, KPUD di Harapkan Bekerja Selektif

Direktur LeCi, M Rizqi Azmi 

 

PEKANBARU, Gk.com – Sebagaimana di ketahui pada Tahun 2020 akan diadakan Pilkada serentak di beberapa Provinsi di Indonesia, salah satunya Riau yang saat ini sudah mulai berbenah untuk menyiapkan penyambutan Pilkada di sembilan Kabupaten/Kota yaitu Dumai, Bengkalis, Pelalawan, Siak, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Meranti, Inhu dan Kuansing. Menjelang peringatan Hari Anti Korupsi Internasional (HAKI) yang jatuh di Tanggal 9 Desember ini, maka persoalan Pilkada dan Korupsi merupakan stimulan yang ada di Provinsi Riau. Hal ini yang ditanggapi oleh banyak kalangan yang gerah dengan stigma Riau sebagai ladang korupsi.

Hal ini ditanggapi serius oleh M Rizqi Azmi selaku Direktur Legal Culture Institute (LeCi) dan Dosen Hukum Universitas Islam Riau yang melihat praktek korupsi di Riau merupakan penyakit turunan dan menebar virus di setiap pemangku jabatan.

“Riau merupakan lumbung Resources yang luar biasa di Indonesia. Bagaikan gula yang selalu di cari dan diminati oleh semut. Ada dampak Positif dan tentunya ada juga negatifnya dalam pengembangan Sumber Daya Alam (SDA), namun dampak positif selalunya pasti kalah dengan dampak negatifnya,” tutur Rizqi, Jum’at (6/12) kepada Media ini.

“Dampak negatif itu lahir dari miss management bagi para pemangku kebijakan di Riau. Hal ini bisa kita rasakan dari lemahnya integritas para Pimpinan Daerah sejak 20 Tahun belakangan ini, dan banyaknya pimpinan daerah mulai dari Gubernur, Bupati selalu saja terseret kasus korupsi dari periode ke periode secara parallel,” paparnya.

Dalam hal ini, Ia juga turut menanggapi terkait bagaimana peran aktor-aktor dalam sengkarut korupsi yang selalu menjadi mata rantai dalam penanganan tindak pidana korupsi di beberapa daerah di Riau. Aktor-aktor ini yang kemudian menjadi man behind the gun setiap niat korupsi yang dilaksanakan kepala daerah.

“Tidak bisa pungkiri, bahwa keberadaan korupsi politik itu di awali dari keakraban calon Pimpinan Daerah di Pilkada dengan oknum pengusaha dan politikus, nah, dari situlah bermula lobby-lobby untuk pemenangan si kandidat calon Kepala Daerah tersebut,” katanya.

“Dalam beberapa penelitian LeCI, aktor-aktor yang terlibat dalam korupsi di beberapa daerah termasuk Riau terdiri dari oknum Pengusaha, Politikus, Penegak Hukum, Birokrat, Tokoh Masyarakat, LSM, Partai Politik, Penyelenggara pemilihan, Struktur Desa dan masyarakat itu sendiri. Dari komponen itulah yang paling dominan diatas 30% adalah oknum Politikus dan Pengusaha yang dominan memberikan pengaruh terhadap pelaksanaan korupsi oleh Kepala Daerah seperti tiga Gubernur Riau terdahulu yang tersangkut kasus dan ditangkap oleh KPK ditengah kemesraannya dengan Politikus dan Pengusaha,” terangnya.

Lebih lanjut lagi beliau menyampaikan bahwa, Saat ini ada beberapa Kabupaten/Kota yang harus menjadi perhatian serius KPUD untuk membuat aturan main yang akan mengurangi dan menghilangkan praktek-praktek korupsi.

“Menjelang Pilkada 2020 mendatang, kita berharap KPUD di 9 Kabupaten/Kota haruslah bekerja secara maksimal, baik itu dalam mengatasi politik uang maupun permainan antara pemain korupsi politik ini. Karena semua pintu masuk korupsi berawal dari Pilkada, lanjut ke pelantikan, hingga menjalankan roda pemerintahannya, dan akhirnya Kepala Daerah tersandera oleh janji-janjinya dengan para bohir atau para donaturnya,” ujarnya.

“Kalaulah KPUD bisa membuat ramuan yang jitu, niscaya semua korupsi di bumi lancang kuning ini pasti akan hilang. Hal ini tentunya bisa di telusuri oleh KPUD dengan melihat daerah yang berpotensial terjadinya money-politic (Politik Uang) misalkan seperti Bengkalis yang hari ini di sorot oleh seluruh mata yang ada di Indonesia, dikarenakan korupsi yang turun-temurun di lakukan oleh Bupatinya mulai dari Herliyan Saleh sampail Amril Mukminin. Itulah poin bagi KPUD Bengkalis bisa mencari celah untuk lebih ketat dalam mengeluarkan aturan main yang ada”. ujarnya.

Dalam penelitian LeCI dengan basis data Nasional, Bengkalis sebagai daerah terkaya nomor dua setelah Kutai Kertanegara adalah daerah yang dominan dalam memberikan dampak terhadap anjloknya Indeks Persepsi Korupsi di Tahun 2019-2020. hal ini di karenalan berbagai kasus korupsi yang melilit para pejabatnya mulai dari Bupati, Birokrat bahkan Politikusnya.

“Dari penelitian kita di seluruh Indonesia, kami menemukan simpul-simpul masalah dalam penanganan korupsi dan ditambah lagi lambanya presiden dalam mengeluarkan Perppu KPK. Namun di luar itu, yang tidak kalah pentingnya warning terhadap 6 Daerah yang di pantauan oleh KPK atau juaranya korupsi dalam memberikan dampak signifika  terhadap anjloknya CPI atau IPK (Indek Persepsi Korupsi). Katakanlah persentase terbesar itu di ambil sampel di Riau adalah Kabupaten Bengkalis yang menjadi sorotan penting saat ini oleh KPK, termasuk menyita Rekening Koran Bupati Aktif Mukminin,” jelasnya.

“Maka, persepsi publik terhadap tingkat kepercayaan dan integritas bagi penyelenggara Negara saat ini tentunya menjadi turun, serta berimbas pada penurunan nilai IPK,” tegasnya.

Menurut Pakar Hukum UIR ini, terhadap hal itu, harus ada terobosan-terobosan yang harus di fikirkan bersama oleh seluruh Stake Holder yang ada di Riau. Mulai dari campaign anti korupsi untuk Pilkada di 2020 mendatang, hingga turut andil dalam menseleksi siapa calon-calon yang bersih dan capable dalam mengelola kekayaan Riau dan Anggaran Daerah.

“Sekarang ini hanya ada satu solusinya untuk Riau, yaitu bersatu dan sadar akan bahaya korupsi. Bayangkan, Daerah sekaya ini dengan Resources yang luar biasa mulai dari Migas sampai CPO Sawit dengan luasan jutaan hektar ada disini, namun berbanding terbalik dengan pembangunan yang ada di daerahnya. Melihat korupsi itu simpel sebenarnya, bandingkan rasio anggaran pendapatan daerah dengan pembangunan di daerahnya, pasti akan ketemu jawabannya,” tuturnya.

“Berapa banyak CSR yang kita dapat dari Multi National Corporation, tetapi tidak ada bekasnya untuk pembangunan Infrastruktur dan Sumber Daya Manusianya. Poin utama untuk Pilkada Daerah, terutama daerah yang rawan korupsi seperti Bengkalis dan Dumai adalah mencari sosok yang bersih dan berasal dari luar daerah, namun tidak terbatas dari putra Daerah potensial yang tinggal di luar kawasan Kabupaten dan Kota tersebut untuk di tarik maju pada Pilkada mendatang,” katanya.

“Hal ini senada dengan penelitian kita terhadap Tie and Impact of Corruption, bahwasanya, daerah yang sudah terkontaminasi oleh korupsi secara simultan dalam dua periode masa bakti, maka lingkungan sekitarnya tentu akan rentan menyebarkan virus korupsi. Sehingga cara yang terbaik adalah mendatangkan obatnya dari luar dan menyuntikannya ke dalam lingkungan tersebut, agar obat tersebut bisa bekerja objektif dan tidak berada dalan pengaruh selama dua periode tersebut”. tutup alumni SMA 8 ini (Rls/Andi).

Editor : Milla

Related Articles

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Latest Articles