Karimun, GK.com – Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Karimun, Abdul Latif menuntut perhatian Pemerintah Pusat terkait dampak reklamasi yang dilakukan oleh PT. Karimun Marine Shipyard (KMS) di wilayah Parik Rampak, Kelurahan Parit Benut, Kecamatan Meral, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau.
Abdul Latif mengatakan, reklamasi PT KMS telah merusak lingkungan dan mengancam mata pencarian ratusan nelayan di sekitar lokasi. Ia mengklaim, reklamasi tersebut tidak memiliki izin yang jelas, dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat.
“Kalau kita lihat secara fisik dari lokasi ini, sebenarnya ini adalah akibat dari penimbunan. Penimbunan ini menyebabkan dua masalah besar yang terjadi. Yang pertama adalah usaha-usaha nelayan yang bersifat UMKM dan kelompok usaha lainnya mati suri, karena mereka tidak mendapatkan air lagi. Akibatnya, tertutup sumber air. Dan jarak sumber air ini ada sekitar 4 km lebih,” ungkap Abdul Latif saat meninjau lokasi reklamasi bersama pengurus HNSI Karimun, Minggu (18/02/2024).
Menurutnya, akibat dari tertutupnya sumber air, semua usaha yang bertujuan untuk meningkatkan ekonomi nelayan terhenti semua. Misalnya, mereka yang membuat tambak udang, gagal. Mereka yang merencanakan membuat karamba tidak bisa. Mereka yang ingin menambah kebun piting atau lainnya, juga tidak bisa. Karena mereka tidak mendapatkan air.
“Itu yang pertama. Sumber air ini tertutup karena adanya penutupan pantai laut yang menuju sungai. Nah, masalah kedua yang berdampak lagi adalah, kalau nelayan kita mau ke tempat di mana mereka meletakkan perahu, mereka harus berkeliling beberapa kilometer baru bisa masuk sungai. Ini adalah hal yang sangat menyusahkan nelayan kita,” tuturnya.
Abdul Latif menambahkan, sudah ada pihaknya telah melaporkan dugaan pelanggaran yang dilakukan PT KMS kepada Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 28 Mei 2023. PT KMS diduga melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31 Tahun 2021 tentang Pengenaan Sanksi Administratif di Bidang Kelautan dan Perikanan.
“Dan kami minta agar pihak perusahaan segera menangani masalah ini dengan serius. Agar kedua belah pihak ini paling tidak bisa duduk bersama dulu. Bagaimana menyelesaikan persoalan yang internal ini? Kalau memang tidak bisa, kami tetap melalui organisasi HNSI Pusat, dan kemudian ke depannya, mungkin melalui jalur-jalur kami ke pusat untuk segera menindaklanjuti kerugian-kerugian yang sangat besar yang diakibatkan oleh hal ini terhadap nelayan kita,” tegasnya.
Ia juga meminta Pemerintah Daerah untuk tidak sembarangan memberikan rekomendasi atau izin awal kepada perusahaan yang ingin melakukan reklamasi. Ia menyarankan agar ada kajian ulang di daerah terkait dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari reklamasi.
“Jadi ini yang menyebabkan kerugian masyarakat yang tidak terhitung seperti sekarang ini. Kalau mereka datang ke sini, saya yakin tidak terjadi seperti ini. Jadi harapan saya ke depan, setiap apa pun, dalam rangka kita membuat kebijakan, baik izin ke apa pun namanya yang menimbulkan dampak terhadap masyarakat, kaji dulu, ada tim yang mengkaji dulu ke bawah, apalagi yang bersifat amdal”. pungkasnya. (tim).